top of page
Writer's pictureNisita Hapsari

INGATAN TENTANG SALON

Updated: Sep 2, 2020


INGATAN TENTANG SALON


Pergi ke salon selalu menjadi rutinitas di awal tahun yang menyenangkan bagi saya. Salon, bukan barbershop dengan banyak karyawan seperti yang ada di mall. Salon atau tempat cukur rambut yang biasa saya datangi, terletak di dalam permukiman dekat tempat tinggal kakek saya. Sebuah bangunan rumah sederhana dengan papan nama dan kaca tembus pandang di dinding fasadnya. Tidak lupa, sebuah kursi creambath diletakkan di teras. Masuk ke dalam, hanya ada beberapa kursi dengan cermin di depannya, berbatasan langsung dengan pintu-pintu kamar si pemilik rumah. Pergi ke salon rasanya seperti berkunjung ke rumah tetangga. Bedanya, foto wajah-wajah dengan berbagai gaya rambut turut menghiasi dinding-dindingnya bersandingan dengan foto keluarga.


Bagi saya, kegiatan cukur rambut di salon punya makna lebih dari sekedar merapikan rambut. Tetapi juga perbincangan hangat dengan ibu si empunya salon. Sambil memotong atau mencuci rambut, selalu ada obrolan mengenai cerita-cerita yang beredar di kalangan tetangga atau sekedar menanyakan kabar keluarga. Situasi yang tidak dapat dirasakan lagi di masa karantina ini.


Banyak usaha yang harus ditutup saat pandemik menyerang, salah satunya salon. Tidak hanya di Indonesia, negara-negara lainnya juga menerapkan aturan serupa. Bahkan, ketika aturan karantina sudah mulai dilonggarkan di Eropa, mereka tetap harus menjalani aturan-aturan khusus. Semua pelanggan dan si penata rambut harus mengenakan masker juga menjaga jarak satu sama lain. Di Jerman, tukang potong rambut memakai sarung tangan dan membatasi pembicaraan. Segala komunikasi dilakukan melalui cermin.


Di Indonesia, beberapa tukang cukur rambut menyiasati diri dengan menerima layanan pangkas rambut ke rumah-rumah. Ada juga yang masih menerima pelanggan di salonnya tetapi berusaha menerapkan standar kebersihan yang ketat, bahkan hingga menggunakan alat pelindung diri (APD). Jumlah pelanggan yang datang juga dibatasi.


Seorang tukang cukur di Pekanbaru, Riau mengenakan jas hujan saat memangkas rambut di halaman rumah pelanggan. Sumber: antarafoto.com


Unsur-unsur yang dianggap pelengkap digugurkan, hingga menyisakan jasa potong rambut itu sendiri. Tidak ada lagi ruang tunggu dengan majalah-majalahnya, juga percakapan di sela-sela aktivitas menata rambut. Salon yang biasanya diasosiasikan sebagai sebuah tempat berjalannya usaha menata rambut, didefinisikan melebihi batas-batas ruangnya. Ia bukanlah realitas material yang independen.


Seperti halnya usaha kuliner yang terus berusaha bertahan tanpa obrolan dan senda gurau para pelanggan yang makan di tempat, pertandingan sepak bola yang mulai dilangsungkan tanpa sorakan pendukungnya di stadion, ruang dan orang-orang di dalamnya tetaplah ada meskipun tak tampak. Dari jarak jauh, para pelanggan memesan hidangan favoritnya untuk dikirim ke rumah, perdebatan para pendukung tim bola juga terus berlangsung dari tempat yang berbeda sambil menatap layar masing-masing.


Saya akan selalu merindukan kunjungan ke salon di antara gang-gang kecil itu. Tak terkecuali, obrolan-obrolan di dalamnya. Selalu ada kebahagiaan yang bisa ditemukan dalam kehidupan berdampingan di antara individu-individu lain. Seperti yang pernah dikatakan Lefebvre, jalan di kota adalah tempat bermain dan belajar. Ia adalah suatu bentuk teater spontan. Terkadang, saya berperan sebagai yang ditonton atau penonton. Kadang pula menjadi seorang aktor di dalamnya. Ruang tidak akan terlepas dari relasi sosial di dalamnya.


Saat ini, meredam ego diri adalah langkah yang bijak untuk memperkuat relasi sosial. Kekuatan bersama dikokohkan dengan hidup berjarak untuk melindungi yang rentan. Sementara itu, penemuan dan cara-cara baru akan terus lahir. Lompatan-lompatan akan terus terjadi dalam banyak sektor. Seperti yang pernah dituliskan oleh Goenawan Mohamad:


“Karena malam tak sepenuhnya tertembus, juga oleh kelelawar yang mabuk, taufan antah-berantah dan rembulan yang gila, harapan jangan-jangan bermula dari sikap yang tak mengeluh pada batas.”

48 views

Comments


bottom of page