Bukan hal mudah untuk mengubah kebiasaan seseorang. Masih ingat dengan fenomena Obsessive Corbuzier Diet atau yang lebih mudah disebut OCD? Yap, sebuah diet dengan pola intermittent fasting yang diperkenalkan Deddy Corbuzier kepada masyarakat indonesia. Tidak sedikit yang pernah mencoba untuk mengikuti diet ini. Bahkan, penjualan buku elektroniknya diunduh 7 juta kali dalam jangka waktu setengah bulan. Namun sayangnya, sampai saat ini tidak banyak yang masih menerapkan OCD. Rupanya, bukan suatu hal mudah untuk melakukan transformasi pola hidup. Apalagi bagi mereka yang mendamba hasil bentuk tubuh seperti Deddy, jatuhnya hanya latah sesaat.
Fenomena kelatahan yang demikian rupanya muncul kembali di era ini. Di tengah kondisi pandemi yang melanda hampir seluruh negara di dunia, tiba-tiba muncul kebiasaan baru yang serempak dilakukan —bersepeda. Beberapa kota besar di dunia bahkan melakukan gerakan besar untuk merespon peningkatan penggunaan sepeda. Di New York dan Philadelphia, pemerintahnya bahkan berani menutup beberapa jalan dari kendaraan bermotor dan hanya dapat diakses oleh pengendara sepeda dan pejalan kaki. Di Mexico, beberapa kilometer jalan ditambahkan jalur sepeda sementara.
Bukan kali pertama popularitas sepeda meningkat tajam seperti saat ini. Masih ingat gempa yang menyebabkan tsunami di Jepang pada tahun 2011? Gempa tersebut membuat jalanan banyak yang hancur dan transportasi publik menjadi lumpuh. Kala itu pengguna sepeda di Jepang membeludak karena hanya itu lah alat transportasi yang masih dapat digunakan. Sama halnya dengan yang terjadi di Puerto Rico ketika Badai Maria melanda di tahun 2018 lalu.
Jika mundur lebih jauh lagi, di tahun 1970 “Bike-Boom” juga pernah terjadi di Amerika dan Belanda. Pada era tersebut popularitas sepeda meningkat drastis. Bahkan, majalah Time pernah menuliskan sebuah artikel “The Bicycle’s Biggest Wave of Popularity in Its 154-year History”. Pemicu utama popularitas sepeda ini adalah penentangan terhadap penggunaan kendaraan bermotor yang dinilai memiliki dampak buruk terhadap ekologi.
Namun, keberlanjutan budaya bersepeda secara umum memiliki nasib yang berbeda di kedua negara tersebut. Di Belanda, fenomena 1970 ini tidak hanya berlangsung sesaat, tapi bertahan lama. Sampai saat ini, bisa dikatakan Amsterdam adalah kota bagi para pesepeda. Banyak jalur sepeda yang dapat ditemukan di kota ini dan warganya telah terbiasa menggunakan sepeda sebagai salah satu transportasi utama. Sebaliknya di Amerika, budaya bersepeda semakin ditinggalkan. Penduduk yang rutin bersepeda sudah tidak sebanyak dulu lagi. Fenomena latah bersepeda yang begitu mendadak di Amerika pada era tersebut membuat pemasoknya kelabakan dan menurunkan kualitas sepeda yang beredar. Terlebih lagi, jalan khusus sepeda yang terealisasi tidak sebanyak yang seharusnya direncanakan.
Kini, tren sepeda kembali melonjak semenjak Covid-19 mewabah. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh PeopleForBikes terhadap 932 orang dewasa AS, sebanyak 9% menyatakan kembali bersepeda karena pandemi. Toko-toko sepeda juga semakin kelabakan dengan banyaknya permintaan dan panggilan servis yang masuk. Di Indonesia sendiri, banyak masyarakat yang terdorong mengikuti kebiasaan bersepeda. Warga semakin sadar akan pentingnya menjada imunitas tubuh sejak pandemi melanda di bulan Maret. Di Tokopedia, pembelian sepeda melonjak hingga 40% pada bulan Mei 2020. Sementara di Blibli, trafik penjualan sepeda di bulan Maret 2020 hingga Juni 2020 meningkat hingga 2,5 kali lipat dibandingkan periode sebelum pandemi.
Tidak ada yang salah dari mengikuti kebiasaan yang baik dan menyehatkan. Tetapi apakah budaya latah kali ini akan bertahan lama? Ketika kendaraan bermotor mulai padat kembali, jalan sepeda menjadi terbatas seperti sedia kala. Belum lagi, fasilitas parkir dan lalu lintas untuk sepeda belum cukup memadai. Padahal, keberlangsungan kebiasaan baik membutuhkan dukungan yang juga berkelanjutan. Tidak mengejutkan jika budaya ini hanya bertahan sebagai latah sesaat seperti fenomena OCD. Viral sejenak lalu berhenti setelah tenggelam dalam gelombang tren berikutnya.
Kecuali, ada tindak lanjut dalam mempertahankan kerberlangsungannya.
Mungkinkah?
Referensi :
Comments