top of page
Anandyra Putri

PEMIKIRAN-PEMIKIRAN YANG PSEUDO

Updated: Oct 5, 2020

Bergelut di bidang desain, tidak hanya mempertemukan saya dengan pemikiran-pemikiran yang ilmiah. Pertimbangan dalam prosesnya bukan melulu perkara riset, pertimbangan logis, dan pemenuhan fungsi. Kadang kala dalam beberapa pengambilan keputusan, tidak dapat dipungkiri bahwa intuisi dan rasa turut mengambil peran. Menjadi pendengar yang baik dengan bekal seluruh indra yang dimiliki adalah bagian yang tidak dapat diabaikan dalam menghadapi perkara desain.


Terlepas dari kerja-kerja di balik praktik desain, topik-topik mengenai astrologi belakangan menjadi hal yang menurut saya menarik untuk dikulik. Bagaimana tidak, astrologi bisa dikatakan sebagai penghubung antara 3 hal: astronomi, psikologi dan mitologi. Entitas fisik yang ada di alam semesta diamati sebagai objek. Hasil pengamatan tersebut kemudian menjadi pedoman dalam menganalisa arah pikir manusia, apa yang ada di dalam: “As above so below, as below so above”. Pehamaman ini diawali oleh suku Babilonia di Mesopotamia yang memiliki tradisi untuk melakukan pembacaan terhadap fenomena yang terjadi di langit. Mereka menyembah benda-benda langit sebagai dewa penentu nasib.


Pada mulanya, astrologi digunakan untuk memprediksi cuaca, panen yang baik dan buruk, bencana alam, perang, nasib raja dan juga kerajaannya. Dalam perkembangannya yang pasang surut, pemaknaan astrologi diinterpretasikan untuk membaca ramalan personal. Beberapa tokoh dunia seperti Catherine de Medici, Ratu Elizabeth I, dan Nancy Reagan tercatat pernah berkonsultasi dengan astrologer untuk meminta nasihat dalam mengambil keputusan-keputusan penting.


Hingga kini, astrologi dianggap sebagai pseudosains atau ilmu semu karena belum terbukti keabsahannya secara ilmiah. Meskipun demikian, di zaman modern ini pun masih banyak astrologer yang memberikan jasa konsultasi secara profesional. Bahkan, masih banyak pula yang menganggap bahwa deskripsi dan prediksi yang diberikan astrologer, relevan dengan fakta yang ada. Tidak ada yang tahu apakah hal tersebut benar adanya, hanya kebetulan semata, atau merupakan bagian dari efek plasebo (placebo effect). Secara psikologis, sebuah sugesti dapat berdampak nyata apabila ada keyakinan yang kuat di dalamnya. Maka, kepercayaan tersebutlah yang sebenarnya memberikan kekuatan terhadap terwujudnya suatu prediksi.


Bukan masalah sebenarnya apabila seseorang memutuskan untuk percaya atau tidak dengan ilmu pseudo yang ditawarkan oleh astrologi. Semuanya kembali ke keyakinan masing-masing individu. Sayangnya, topik-topik dalam konten yang diangkat di media umum mengenai astrologi kebanyakan terkesan menghakimi dan menggeneralisasi. Pembahasan astrologi dan peramalannya yang seringkali ditemui, kurang lebih bernada seperti ini: "Ini 5 zodiak yang gampang baperan", "Yakin dia setia? Ini list zodiak paling setia", atau "Cara-cara jitu buat ngedapetin dia yg berzodiak Pisces". Seakan-akan semua orang telah ditakdirkan memiliki sifat tertentu sejak lahir dan tidak memiliki kendali untuk mengubah hal itu.


Rasanya, ketika suatu kepercayaan semu pada akhirnya digunakan untuk saling menjatuhkan, pentingnya eksistensi keyakinan tersebut perlu kembali dipertanyakan. Tidak salah jika kemudian muncul istilah ‘cocokologi’, ketika pernyataan-pernyataan ini tidak lagi berdasar. Seperti yang diungkapkan oleh Carl Sagan dalam bukunya “Demon-Haunted World”, kegagalan dalam suatu studi perlu terus dicari agar teori yang benar dapat ditemukan. Seringkali, teori-teori yang salah dapat membuat prediksi yang tepat karena faktor kebetulan. Untuk itulah, setiap cabang sains akan memiliki pasangan pseudosainsnya masing-masing. Ahli geofisika dihadapkan dengan teori bumi datar, ahli fisika dengan penemuan fusi dingin, dan lain-lain.


Seperti itu pula, intuisi dan rasa dalam praktik desain perlu dihadapkan dengan logika agar keberadaannya bebas dari prasangka dan teruji melalui analisa. Sama halnya dengan fenomena ‘Mercury Retrograde’, setiap hal perlu diamati dari berbagai sudut pandang. Apakah Merkurius bergerak mundur? Rupanya tidak. Ia hanya terlihat berputar lebih lambat. Begitu pun dengan posisi matahari yang menentukan Sun Sign dalam astrologi. Apakah berarti matahari yang berputar mengelilingi bumi? Tentu tidak. Pada akhirnya, melihat dari satu perspektif saja bisa jadi menjerumuskan kita pada kesimpulan yang salah.

Opmerkingen


bottom of page